Sabtu, 03 Juli 2010

pendidikan ini milik siapa???

teriris hati melihat apakah seperti ini pendidikan bangsaku??
seakan aku trus terhanyut akan apa yang dipirkan wakil rakyatku di kursi yang bergelimang uang disana, katanya menjadi aspirasi rakyat, suara rakyat atau apalah namanya, aneh ketika mendengar sistem sekarang. apalagi aku yang sekarang duduk di universitas negri indonesia ini.

BHP..
yah.. mungkin bgitu banyak melahirkan kontroversi, tapi tak tau apa manfaatnya karna begitu banyak yang mencerca dan melarangnya dan syukur atau tidak akupun tak tau yang jelas aku juga belum merasakannya,,,

menurut beberapa pendapat teman bahwa Pasal 41 UU BHP mensiratkan bahwa pemerintah mulai melepaskan tanggung jawab pendanaan dunia pendidikan, menjadikan insitusi pendidikan layaknya perusahaan yang mengabdikan dirinya pada kepentingan korporasi yang orientasinya: Akumulasi Kapital.
Maka jangan heran, ketika biaya pendidikan semakin hari semakin mahal, pembangunan fasilitas kampus tidak ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan (dalam pengertian yang sejati) peserta didik, akan tetapi lebih besar untuk mendatangkan keuntungan bagi kampus, dan dunia industry kapitalis. Pendidikan yang mahal, pada akhirnya menjadi lingkaran paradoks: calon mahasiswa akan mencari jurusan yang mudah mendapatkan kerja, dan para sarjana akan berpikir untuk mengembalikan utang mereka selama masa perkuliahan, dan akhirnya masyarakat juga menjadi akibatnya, seperti contoh para dokter-dokter orientasinya bekerja di rumah sakit swasta yang mahal, lalu semakin sedikit Dokter yang bersedia untuk diterjunkan ke daerah-daerah pedalaman. Privatisasi pendidkan juga mengakibatkan fakultas/jurusan yang tak kalah pentingnya dihapuskan karena sedikit peminatnya, misalnya, di Universitas Nasional Singapore sudah tak ada lagi jurusan sosiologi ataupun Filsafat karena dianggap tak menjanjikan untuk mengganti biaya pendidikannya yang mahal. Dan pendidikan di negeri ini tengah mengarah menuju kondisi yang serupa.

bayangkan saja jika pemerintahan melepaskan tanggung jawabnya ketika menurut penelitian dari Internasional Labour organization (ILO), 19 persen atau 4, 18 Juta anak usia sekolah di Indonesia ternyata putus sekolah dan menjadi pekerja anak, dan lebih dari 350 ribu anak TKI yang ada di Malaysia tidak mendapatkan akses pendidikan karena orang tua mereka tidak memiliki dokumen dan si anak tidak memiliki kewarganegaraan.

Fasilitas pendidikan pun telah banyak yang rusak, sebagai catatan di Tanggerang 45 persen dari 378 sekolah mengalami kerusakan, di Madiun Jawa Timur dari 475 bangun sekolah yang ada, 121 mengalami kerusakan.

Tidak hanya di daerah, kerusakan sekolah pun terjadi di Jakarta. Ada sekitar 413 sekolah yang rusak, merata di semua wilayah DKI Jakarta. Bila ditotal jumlah sekolah yang rusak se-Indonesia ada sekitar 20.500, dari tingkat SD hingga SMA. Dari semua kerusakan tersebut, pemerintah hanya bisa memperbaiki sebagaian karena keterbatasan dana.

Pendidikan yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah sebagaimana di amanahkan oleh UUD 1945 sangat jauh dari ideal. Anggaran Pendidikan yang diamanahkan sebesar 20 persen dari APBN dan APBD baru dapat direalisasikan pada tahun 2008 dan itu pun dengan aturan sebagaimana diputuskan oleh MK bahwa gaji guru termasuk dalam anggaran tersebut.

lantas bagaimana nasib mereka nanti saat menghadapi bangu kuliah nantinya??
okelah kalau dari keluarga yang mampu,, lantas bagaimana nasiib keluarga yang tak mampu?? apa mereka harus trus hidup tanpa pendidikan??


Dalam universitas Mungkin UU BHP ini memudahkan persoalan birokrasi dalam dunia pendidikan, institusi pendidikan mempunyai otonomi sendiri untuk mengurus kampus. Tapi seperti kata pribahasa, keluar dari mulut macan malah masuk ke mulut buaya. UU tersebut justru menghantarkan institusi pendidikan ke dalam jurang liberalisasi modal. mungkin lebih tepatnya komersialisasi pendidikan...
entahlah, begitu banyak permasalahan di negri ini..
mungkin bagi wakil rakyat yang duduk di kursi bergelimang uang biaya kuliah mahal itu adalah hal yang bisa di atur karna tinggal
"setuju"
"tidak seju"
" sepakat "
" tidak sepakat"
sudah jadi uangkarna ada koalisi atau deal2 di dalamnya, apalgi setiap rapat ada komisinya, jadi semuanya berorientasi pada uang tanpa melihat bagaimana nasib rakyat yang miskin akan sebuah pendidikan....
sepertinya tanpa disadari ada sebuah nepotisme di sni,
nepotisme dimana hanya orang kaya yang berhak mendapatkan sebuah pendidikan bukan orang miskin.. tak ada lagi kata2 bahwa setiap rakyat indonesia memiliki hak yang sama, hak untuk hidup, hak untuk memperoleh pendidikan dan hak yang lainnya... entahlah
aku hanya bisa bersyukur dapt menikmati kuliah saat ini
tapi entah bagaimana nasib anak bangsa ini begitu menghadapi kuliah,,,
biaya selangit sementara hanya mungkin nanti orang tua hanya sebagai pegawai, entah itu pegawai swasta ataupun penerintahan,
belum lagi punya 3 orang anak atau lebih,,, entah bagaimana memikirkannya..

komersialisasi pendidikan...
kami semua hanya sebagai sapi perahan orang2 yang berkuasa di negara,,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar