Jumat, 07 Mei 2010

peran dokter hewan dalam satwa liar

satwa liar adalah jenis satwa yang biasanya hidup di alam bebas, gajah, harimau, badak dan masih banyak lagi merupakan salah satu jenis satwa liar. ketika satwa liar mulai merusak lingkungan maka banyak sekali terjadi pembunuhan satwa liar tersebut. pada dasarnya satwa liar tidak akan menggagu jikalau habitatnya tidak di ganggu.
lantas siapa yang harus bertanggung jawab??
jawabannya jelas kita semua...
terlepas dari bukan kita yang merusak dari habitatnya..
lantas dimana peran dokter hewan dalam konservasi??

menurut
STUDY: RISET (in-situ/exsitu):

1. Perilaku

2. Habitat

3. Nutrisi

4. Etiologi Penyakit; potensi penyebaran/penularan, pengobatan, dsb.

5. Reproduksi

6. Genetika

Dalam hubungan in-situ – ex situ bersama-sama ekolog, peran seorang dokter hewan mutlak diperlukan untuk mengetahui lebih dahulu perilaku seekor satwa liar di habitat aslinya. Sebab mereka nantinya yang akan menentukan dan merekomendasikan sistim penangkaran dan husbandry (pemeliharaan) yang paling tepat untuk seekor satwa liar di kebun binatang. Jangan sampai terjadi bahwa seekor satwa yang dihabitat aslinya adalah satwa soliter, memerlukan variasi makanan yang tinggi, space yang luas, atau untuk burung diperlukan pohon yang tinggi, lalu di kebun binatang ditempatkan di kandang yang sempit, dan ramai-ramai bersama sejenisnya, lalu diberi variasi makanan yang jauh dari memadai, maka tidak akan sehatlah satwa tersebut, lalu cuma jadi satwa tontonan dan akhirnya mati percuma begitu saja. Demikian juga untuk satwa-satwa yang ingin dijadikan pet, seharusnya ikatan dokter hewan berani mengusulkan kepada pemerintah untuk menyelidiki dan menentukan apakah seekor satwa langka seperti orang utan boleh dipelihara orang-per orang seperti anjing dan kucing.

SAVE: ACTIONS!

1. Karantina: Lalu lintas satwa harus diawasi dengan ketat, dan masa karantina untuk menentukan layak tidaknya seekor satwa berpindah tepat harus benar-benar diberlakukan. Di pelabuhan udara, laut dan perbatasan kota/propinsi semua karantina seharusnya memiliki statiun pengamatan dengan fasilitas memadai dan dokter hewan dan paramedis yang berkwalitas (qualified). Fasilitas Karantina juga seharusnya menjadi kantor pencegahan perdagangan satwa liar ilegal, maka dalam hal ini Ditjen Peternakan Deptan dan Ditjen PHKA Dephut harus bekerja sama. Orang yang tidak bertanggung jawab harus dipidana karena melanggar undang-undang. Bahkan penyelidikan dapat diteruskan sampai ditemukan pada pembeli/pemesan, penadah, pengumpul, dan para maling di hutan. Satwa liar tidak seharusnya dipelihara manusia dengan cara sembarangan.

2. Rescue and Rehabitation Plan untuk satwa masih hidup di sekitar habitat hutan yang mengalami bencana/disaster seperti kena tembak, jerat, luka bakar, keracunan, abandoned animal, dsb. Protokol yang perlu dipersiapkan dan dikerjakan terdiri atas

¨ Emergency response/actions: yaitu penanganan segera di lapangan: physical restraint yang efektif dan paling minimal membuat stress, pengobatan, dan pemeliharaan sementara. Seorang dokter hewan dalam hal ini dapat juga melakukan euthanasia bila dirasakan satwa liar yang masih hidup tersebut tak akan tertolong lagi.

¨ Emergency evacuation protocols: bila dipandang perlu dilakukan, yaitu satwa harus dibawa keluar dari lokasi karena sakit yang parah namun masih mungkin diobati, atau karena penanganan di tempat tidak mungkin menyembuhkan dengan baik, sehingga satwa perlu dibawa ke pusat rehabilitasi atau kebun binatang terdekat untuk penanganan dan atau untuk menambah animal stock untuk keperluan reproduksi atau penelitian lebih lanjut.

¨ Wild Animal Transportation Protocol: protokol penanganan satwa untuk transportasi yang paling aman bagi satwa tersebut harus distandarisasi sesuai dengan jenis satwanya.

¨ Emergency Animal Care Facilities & Contact Person: klinik atau rumah sakit hewan terdekat, laboratorium pemeriksa, laboratorium penguji, dokter-dokter hewan dan paramedis yang dapat dihubungi segera untuk membantu menangani kasus dengan segera. Sudah selayaknya di setiap Taman Nasional d Indonesia di pekerjakan seorang dokter hewan atau setidaknya seorang diploma kedokteran hewan dilengkapi dengan fasilitas, material dan peralatan standar penanganan darurat seperti senjata dan obat bius, kandang sementara, obat-obat lain, dsb yang setidaknya mampu melakukan penanganan pertama pada kasus wild animal disaster

¨ Animal Reintroduction Protocols: Satwa yang berhasil disembuhkan dapat segera dilepas, baik dari lokasi ditemukan ataupun dari pusat rehabilitasi, yang sebelumnya berasal dari klinik/rumah sakit/kebun binatang dengan prosedur pelepasan satwa yang lengkap, setelah melalui pemeriksaan kesehatan dan masa rehabilitasi yang memadai untuk kembali hidup di habitat liarnya. Jangan sampai satwa yang dilepas kembali ke hutan membawa penyakit dari kehidupan di sekitar manusia dan atau terlalu lama dalam masa penyembuhan sehingga tidak mampu kembali ke habitatnya.

Peran dokter hewan dalam dunia ‘pemanfaatan’ satwa liar, cukup jelas. Sebagian sudah disinggung di atas dalam study. Namun selain itu yang penting adalah monitor kesehatan satwa secara terus menerus dan pencegahan zoonosis (penyakit yang dapat berpindah antara satwa-manusia), seperti yang dilakukan pada domestic animals dan isu flu burung yang masih marak sekarang ini. Dokter hewan sangat berperan dalam menentukan apakah seekor gajah misalnya, masih dapat dipakai sebagai hewan tunggang, atau pemain bola gajah. Sudahkan seharusnya ia diistirahatkan, atau ia berada pada masa kawin sehingga seharusnya tidak dipakai untuk show/sirkus. Kehidupan normal dengan metabolisme termasuk siklus hormon yang normal, reproduksi yang normal, harus selalu menjadi perhatian seorang dokter hewan, agar disuatu waktu nanti kita tidak dituduh sebagai penyiksa binatang.

di kutip dari

http://badaksumatera.multiply.com/journal/item/49/Peran_Dokter_Hewan_dalam_konservasi_satwa_liar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar